Rumah
Akhirnya,
jiwaku tersesat di belantara asing,
kala selaras pandang netra,
tak bertemu dengan: permadani rimba,
hamparan cakrawala jingga,
mata air penyejuk dahaga,
kicau burung bernada bahagia,
kembang merona,
dan;
manusia-manusia yang masih punya rasa iba.
Sebab yang kulihat sekarang,
bukit nan permai tak lebih tinggi dari
bukit sampah,
lautan damai tak lebih luas dari lautan
limbah,
cerutu raksasa berpencar di mana-mana, dan
bising mesin bahkan sanggup mengalahkan
merdu syair pujangga
—yang mencoba bersuara atas rapuhnya rumah
kita.
Tidakkah kalian merasakan tangisnya?
Yang membawa hunian kalian tergenang
Tidakkah kalian merasakan getarannya?
Hingga
mimpi dan tidur kalian
tak tenang
Tidakkah kalian merasakan amarahnya?
Saat semuanya mulai memanas
dan kutub dunia bahkan tak bisa bertahan
Empatimu boleh
binasa,
tapi satu yang
harus selalu kau ingat:
bumi ini bukan
jadi rumahmu saja,
ini rumah kita,
milik kita.
evi her.
evi her.
Komentar
Posting Komentar